Selasa, 26 Januari 2010

TAMBAHAN

GENDER DAN JENIS KELAMIN

Kata “gender” dalam bahasa Indonesia merupakan peminjaman dari bahasa Inggris. Menurut Kamus Bahasa Inggris-Indonesia yang ditulis oleh Echols dan Hasan Shadily (1983: 265) menyebutkan bahwa gender adalah jenis kelamin. Sehingga menurut kamus ini, seks dan gender tidak dibedakan. Menurut Women’s Studies Encyclopedia, gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dengan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

Istilah gender pada awalnya dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu sosial oleh Ann Oakley (1972), dan sejak saat itu menurutnya gender lantas dianggap sebagai alat analisis yang baik untuk memahami persoalan diskriminasi terhadap kamu perempuan secara umum.

Sumber lain menyatakan bahwa bahan acuan yang sering digunakan untuk mengawali suatu pembahasan mengenai gender dan jenis kelamin ialah buku yang ditulis oleh ahli antropologi Margaret Mead mengenai seksualitas dan temparemen di tiga kelompok etnik di Papua Timur Laut (1965), yaitu Sex and Temparement in Three Primitive Societies.

Mead mengemukakan bahwa dalam sejarah kebudayaan masyarakat Barat dikenal pembedaan kepribadian laki-laki dan perempuan, di mana perempuan pada umumnya dikaitkan dengan ciri kepribadian tertentu, seperti watak keibuan, tidak agresif, berhati lembut, suka menolong, emosional, tergantung, memanjakan, peduli terhadap keperluan orang lain dan mempunyai seksualitas feminin; dan laki-laki di pihak lain, dikaitkan dengan ciri kepribadian keras, agresif, menguasai, dan seksualitas maskulin yang kuat. Namun, dalam penelitiannya selama beberapa tahun di kalangan suku Arapesh yang tinggal di pegunungan, suku Mundugumor yang tinggal di tepi sungai, dan suku Tschambuli yang tinggal di tepi danau, ternyata klasifikasi laki-laki perempuan seperti dalam sejarah masyarakat Barat itu tidak berlaku. Bahkan, di suku Arapesh, dijumpai keadaan yang berlawanan dengan masyarakat Barat. Di suku ini, kaum perempuan justru bersifat menguasai sedangkan kaum laki-laki berkepribadian emosional dan kurang bertanggungjawab. Sementara pada dua suku yang lain, tidak ada perbedaan kepribadian antara laki-laki dengan perempuan.

Berdasarkan penelitiannya itu, Mead menyimpulkan bahwa kepribadian laki-laki dengan perempuan tidak tergantung pada jenis kelamin, melainkan dibentuk oleh faktor kebudayaan, yaitu sosialisasi dan pola asuhan dini yang dituntun oleh kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.

Definisi Gender

Gender berbeda dari jenis kelamin (seks). Seks adalah pembedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis pada jenis kelamin tertentu (anatomi tubuh), misalnya laki-laki memiliki penis, testis, jakun, memproduksi sperma, dan ciri-ciri biologis yang lain yang berbeda dengan perempuan. Sedangkan perempuan mempunyai alat reproduksi seperti rahim, saluran untuk melahirkan, memproduksi telur (indung telur), vagina, payudara dan air susu, serta alat biologis perempuan lainnya sehingga bisa haid, hamil, dan menyusui (fungsi reproduksi). Ciri-ciri demikian merupakan atribut yang melekat pada setiap manusia, bersifat permanen, tidak berubah, merupakan ketentuan biologis dari Tuhan (kodrat), dan fungsinya tidak dapat dipertukarkan.

Sedangkan gender merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembedaan laki-laki dengan perempuan secara sosial dan budaya. Gender adalah kelompok atribut dan perilaku yang dibentuk secara kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan. Mead menegaskan bahwa jenis kelamin adalah biologis dan perilaku gender adalah konstruksi sosial. Sebagaimana Mead, Oakley menyatakan bahwa gender adalah pembagian laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Sebagi misal, perempuan dianggap lembut, emosional, keibuan, dan lain sebagainya, sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, perkasa, dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut bukan kodrat, karena tidak selamanya dan dapat pula dipertukarkan. Artinya, laki-laki ada yang emosional, lemah lembut, dan keibuan, sebaliknya perempuan ada juga yang kuat, rasional, dan perkasa.

Gender adalah konsep hubungan sosial yang membedakan (memilahkan atau memisahkan) fungsi dan peran antara laki-laki dengan perempuan. Pembedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dibedakan menurut kedudukan, fungsi, dan peran masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan. Gender merupakan bentukan setelah kelahiran yang dikembangkan dan diinternalisasikan oleh orang-orang di lingkungan seseorang.

Perbedaan gender antara laki-laki dengan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang, melalui proses sosialisasi, dan disertai dengan penguatan melalui konstruksi sosial, kultural, kekuasaan negara, dan bahkan keagamaan. Karena proses yang begitu panjang itulah, perbedaan gender menjadi seoalah-olah memang demikian, bahkan seolah-olah menjadi ketentuan Tuhan (agama) atau kodrat yang tidak dapat diubah.

Demikian sebaliknya, konstruksi sosial yang prosesnya panjang secara evolutif mempengaruhi perkembangan fisik biologis masing-masing jenis kelamin. Seperti misalnya, bahwa gender laki-laki harus kuat dan agresif, dengan konstruksi sosial semacam itu menjadikan laki-laki terlatih dan termotivasi mempertahankan sifat tersebut, misalnya melalui olah tubuh atau pekerjaan yang memerlukan kekuatan fisik, akhirnya laki-laki menjadi lebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya, gender perempuan yang menurut konstruksi sosial itu lembut, akan mendorong para perempuan untuk menjaga kelembutan sikap dan perilakunya.

Proses yang panjang tentang pembedaan gender antara laki-laki perempuan membuatnya terkesan tidak dapat berubah dan permanen, tetapi sebenarnya itu dapat dipertukarkan, direkayasa, karena pada dasarnya dibentuk oleh masyarakat. Sehingga pada dasarnya pembedaan gender bersifat dinamis, dan dapat berbeda karena adat istiadat, kebiasaan, agama, sistem nilai, politik, dan sebagainya. Pembedaan gender dapat berubah karena perjalanan sejarah, perubahan politik, perubahan ekonomi, sosial dan budaya, atau jutsru karena kemajuan pembangunan.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang perbedaan antara seks dan gender, dapat dilihat pada daftar berikut.

Karakteristik seks (jenis kelamin):

1. bersifat biologis
2. pemberian Tuhan (Kodrat)
3. tidak dapat diubah
4. peran seks laki-laki: produksi
5. peran seks perempuan: reproduksi (haid, hamil, melahirkan, menyusui, dst.

Karakteristik gender:

1. bersifat kultural/adat istiadat
2. bentukan setelah lahir, diajarkan melalui sosialisasi, internalisasi, dan enkulturasi
3. konstruksi sosial yang bersifat dinamik/dapat berubah
4. peran gender perempuan: memasak, mencuci, merawat anak dan orangtua, mendidik anak, dst.
5. peran gender laki-laki: bekerja di luar rumah, menjadi tenaga profesional, dan sebagainya

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dalam Panduan Gender Dalam Perencanaan Partisipatif Tahun 2002, membuat dekripsi perbedaan antara jenis kelamin dengan gender, sebagai berikut.

Jenis Kelamin:

1. Tidak dapat berubah (contoh: alat kelamin laki-laki atau perempuan)
2. Tidak dapat dipertukarkan (contoh: jakun pada laki-laki dan payudara pada perempuan)
3. Berlaku sepanjang masa (contoh: status sebagai laki-laki atau perempuan)
4. Berlaku di mana saja (di rumah, di kantor, dan di mana saja, seorang laki-laki tetap seorang laki-laki dan seorang perempuan tetap seorang peremuan)
5. Merupakan ketentuan Tuhan (laki-laki memiliki ciri-ciri utama yang berbeda dengan perempuan, demikian juga sebaliknya)
6. Ciptaan Tuhan (perempuan bisa haid, hamil, melahirkan, menyusui, dan sebagainya, sedangkan laki-laki tidak bisa)

Gender:

1. Dapat berubah (peran dalam kegiatan sehari-hari, seperti lebih banyak perempuan menjadi juru masak jika di rumah, tetapi jika di restoran lebih banyak laki-laki menjadi juru masak)
2. Dapat dipertukarkan
3. Tergantung kebudayaan dan kebiasaan (di Pulau Jawa, pada zaman penjajahan Belanda kamu perempuan tidak memperoleh hak pendidikan, setelah Indonesia merdeka perempuan memiliki kebebasan untuk mengikuti pendidikan)
4. Tergantung kebudayaan setempat (pembatasan kesempatan di bidang pekerjaan terhadap perempuan dikarenakan budaya setempat, misalnya diutamakan untuk menjadi perawat, guru TK, atau pengasuh anak.
5. Bukan merupakan kodrat Tuhan
6. Buatan manusia (laki-laki perempuan berhak menjadi ketua RT/RW, kepala desa, camat, bupati, walikota, gubernur, menteri, wakil presiden, atau bahkan presiden

Tidak ada komentar:

Posting Komentar