Selasa, 26 Januari 2010

TAMBAHAN XI IPS

MASYARAKAT MAJEMUK

Peserta didik kelas XI SMA/MA Program IPS pada semester 2 diharapkan mencapai Standar Kompetensi (SK) menganalisis kelompok sosial dalam masyarakat multikultural. SK ini dapat dicapai apabila peserta didik menguasai tiga kompetensi dasar (KD), yaitu: (1) mendeskripsikan berbagai kelompok dalam masyarakat multikultural,(2) menganalisis perkembangan kelompok dalam masyarakat multikultural, dan (3) menganalisis keanekaragaman kelompok sosial dalam masyarakat multikultural.

Uraian materi/bahan ajar yang harus dipelajari oleh peserta didik Kelas XI IPS Semester 2 untuk dapat mencapai SK dan KD tersebut adalah sebagai berikut.


A. Pengertian dan Macam-macam Kelompok

1. Pengertian kelompok

Kelompok merupakan konsep yang sangat umum dipakai dalam sosiologi dan antropologi. Sebenarnya kelompok merupakan kumpulan manusia yang memiliki syarat-syarat tertentu, dengan kata lain tidak semua pengumpulan manusia dapat disebut sebagai kelompok.

Robert Biersted menyebut adanya tiga kriteria kelompok, yaitu: (1) ada atau tidaknya organisasi, (2) ada atau tidaknya hubungan sosial di antara warga kelompok, dan (3) ada atau tidaknya kesadaran jenis di antara orang-orang yang ada dalam kelompok dimaksud.

Berdasarkan analisis menggunakan tiga kriteria tersebut dalam masyarakat dikenal beberapa jenis atau macam kelompok, yaitu: (1) asosiasi, (2) kelompok sosial, (3) kelompok kemasyarakatan, dan (4) kelompok statistik.

Keterangan:

a. Asosiasi

Asosiasi merupakan kelompok yang memenuhi tiga kriteria Biersted tersebut. Suatu asosiasi atau organisasi formal terdiri atas orang-orang yang memiliki kesadaran akan kesamaan jenis, ada hubungan sosial di antara warga kelompok dan organisasi.

b. Kelompok sosial (Social Groups)

Kelompok yang para anggotanya memiliki kesadaran akan kesamaan jenis serta hubungan sosial di antara warganya, tetapi tidak mengenal organisasi, oleh Biersted disebut sebagai kelompok sosial.

c. kelompok kemasyarakatan (Societal Groups)

Kelompok kemasyarakatan merupakan kelompok yang berisi orang-orang yang memiliki kesadaran jenis saja, tidak ada hubungan sosial di antara orang-orang tersebut maupun organisasi, disebut sebagai kelompok kemasyarakatan (societal groups).

Misalnya kelompok laki-laki, kelompok perempuan. Orang sadar sebagai “sesama laki-laki” atau “sesama perempuan”, namun tidak ada organisasi ataupun komunikasi di antara mereka.

d. Kelompok statistik

Bentuk terakhir dari kelompok adalah kategori atau kelompok statistik, yaitu kelompok yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kesamaan jenis (misalnya jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan sebagainya), tetapi tidak memiliki satu pun dari tiga kriteria kelompok menurut Biersted.

Sebenarnya kelompok statistik bukanlah “kelompok”, sebab tidak memiliki tiga ciri tersebut. Kelompok statistik hanyalah orang-orang yang memiliki kategori statistik sama, misalnya kelompok umur (0-5 tahun, 6-10 tahun, dst.) yang dipakai dalam data penduduk Biro Pusat Statistik. Dalam kelompok ini sama sekali tidak ada organisasi, tidak ada hubungan antar-anggota, dan tidak ada kesadararan jenis.

Perbandingan antara kelompok dan perkumpulan sosial (asosiasi)

Perbedaan antara kelompok dengan asosiasi (perkumpulan) secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut.

Kelompok Sosial


Perkumpulan (asosiasi)


Kelompok primer Perkumpulan sekunder
Gemainschaft Gesellschaft
Hubungan familistik Hubungan kontraktual
Dasar organisasi adat Dasar organisasi buatan
Pimpinan berdasarkan kewibawaan/charisma Pimpinan berdasarkan wewenang dan hukum
Hubungan berasas perorangan Hubungan berasas guna/kepentingan dan anonim

Dengan rumusan lain, Robert M.Z. Lawang mengemukakan bahwa organisasi formal (asosiasi) merupakan kelompok dengan ciri-ciri sebagai berikut.

a. bersifat persistent (tetap/terus menerus),

b. memiliki identitas kolektif yang tegas,

c. memiliki daftar anggota yang rinci,

d. memiliki program kegiatan yang terus menerus, dan

e. memiliki prosedur keanggotaan.

2. Berbagai macam kelompok/asosiasi dalam masyarakat

a. In group-Out group

Ingroup (kelompok dalam) merupakan kelompok sosial di mana di antara anggota-anggotanya saling simpati dan mempunyai perasaan dekat satu dengan lainnya. Misalnya: kliq. Outgroup (kelompok luar) ialah kelompok yang berada di luar suatu kelompok yang ditandai oleh adanya antagonisme, prasangka atau antipati. Misalnya orang-orang kulit hitam di lingkungan orang-orang kulit putih. Klasifikasi kelompok demikian dikemukakan oleh W.G. Sumner (1940).

b. Kelompok Primer dan sekunder

Klasifikasi ini dikemukakan oleh C.H. Colley (1909). Kelompok primer dan sekunder dibedakan berdasarkan ada tidaknya ciri saling mengenal atau kerjasama yang erat dan bersifat personal di antara anggota-anggotanya. Kelompok dengan ciri demikian disebut kelompok primer, dan yang tidak disebut kelompok sekunder.

c. Gemainschaft dan Gesselschaft

Klasifikasi ini dikemukakan oleh Ferdinand Tonnies (1967). Gemainschaft (paguyuban) adalah suatu bentuk kehidupan bersama yang anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal. Hubungan antar-anggota kelompok paguyuban memiliki ciri : (1) intim, (2) privat, dan (3) eksklusif. Misalnya keluarga.

Menurut Tonnies, ada tiga tipe gemainschaft, yaitu: (1) gemainschaft by blood, contohnya keluarga atau kelompok kekerabatan (klen), (2) gemainschaft of place, misalnya orang-orang se-RT/RW, (3) gemainschaft of mind, yaitu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang memiliki jiwa atau ideology yang sama, sehingga meskipun bertempat kediaman yang saling berjauhan dan tidak memiliki kesamaan keturunan/keluarga tetapi tetap memiliki hubungan yang erat, intim, kekal dan dalam. Misalnya: kelompok keagamaan (umat), sekte, kelompok kebatinan, dan sebagainya.

Sedangkan Gesselschaft (patembayan) adalah suatu bentuk kehidupan bersama yang didasarkan pada ikatan lahir dan bersifat kontraktual. Contohnya: Sebuah Perusaahaan atau organisasi buruh.

d. Kelompok Formal dan Informal

Klasifikasi ini dikemukakan oleh van Doorn dan Lammers (1964). Kelompok formal merupakan kelompok yang mempunyai peraturan-peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan. Di dalam kelompok formal terdapat pembatasan yang tegas mengenai hak-hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab anggota-anggota kelompok sesuai dengan statusnya masing-masing, baik fungsional maupun struktural.

Kelompok informal merupakan kelompok yang dibangun berdasarkan hubungan-hubungan yang bersifat personal dan tidak ditentukan oleh aturan-atuan yang resmi.

e. Kelompok organik dan mekanik

Klasifikasi ini dikemukakan oleh Emmile Durkheim didasarkan pada ada tidaknya pembagian kerja dalam kelompok. Di dalam kelompok organik terdapat pembagian kerja yang rinci dan tegas di antara anggota-anggotanya, sedangkan pada kelompok mekanik tidak terdapat pembagian kerja. Ada tidaknya pembagian kerja ini menimbulkan pula sifat solidaritas antar-anggota yang berbeda. Pada kelompok organik terdapat solidaritas organik, dan dalam kelompok mekanik terdapat solidaritas mekanik.

f. Membership dan reference group

Klasifikasi ini dikemukakan oleh Robert K. Merton. Membership Group merupakan kelompok dengan anggota-anggota yang tercatat secara fisik sebagai anggota. Sedangkan reference group merupakan kelompok acuan, maksudnya orang menjadikan kelompok yang bersangkutan sebagai acuan bertindak dan berperilaku, walaupun secara fisik ia tidak tercatat sebagai anggota.

g. Kelompok-kelompok semu dan tidak teratur

1) kerumunan

Kerumunan ialah sekumpulan orang yang tidak terorganisir dan bersifat sementara. Suatu kerumumnan dapat memiliki pemimpin, tetapi tidak memiliki struktur dan pembagian kerja. Identitas seseorang akan tenggelam apabila berada dalam sebuah kerumunan.

Tipe-tipe kerumunan

a) Khalayak penonton (pendengar formal/formal audience)

Kerumunan demikian mempunyai perhatian dan tujuan yang sama, misalnya penonton bioskop, pengunjung khotbah agama, dsb.

b) Kelompok ekspresif yang direncanakan (planned expressive group)

Kerumunan yang terdiri atas orang-orang yang mempunyai tujuan sama tetapi pusat perhatiannya berbeda-beda, misalnya kerumunan orang-orang yang berpesta

c) Kumpulan orang yang kurang menyenangkan (inconvinent aggregations)

Dalam kerumunan semacam ini kehadiran orang lain merupakan halangan bagi seseorang dalam mencapai tujuan. Misalnya: antre tiket, kerumunan penumpang bus, dst.

d) Kumpulan orang-orang yang panik (panic crowd)

Ialah kerumunan yang terdiri atas orang-orang yang menghindari bencana/ancaman. Misalnya pengungsi

e) Kerumunan penonton (spectator crowd)

Yaitu kerumunan orang-orang yang ingin melihat sesuatu atau peristiwa tertentu. Kerumunan semacam ini hampir sama dengan formal audience, tetapi tidak terencana

f) Lawless crowd

Yaitu kerumunan orang-orang yang berlawanan dengan hukum, misalnya: acting mobs, yakni kerumunan orang-orang yang bermaksud mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik. Contoh lain: immoral crowd, seperti formal audience, tetapi bersifat menyimpang.

2) publik (massa)

Seringkali disebut dengan khalayak umum atau khalayak ramai. Publik semacam dengan kelompok hanya tidak menjadi kesatuan, hubungan sosial terjadi secara tidak langsung, melainkan melalui alat-alat komunikasi massa, seperti: media massa cetak, elektronik, termasuk pembicaraan berantai, desas-desus, dan sebagainya.
B. Masyarakat Multikultural

Sebagaimana telah banyak diketahui, bahwa masyarakat merupakan kategori yang paling umum untuk menyebut suatu kumpulan manusia yang saling berinteraksi secara kontinyu dalam suatu wilayah atau tempat dengan batas-batas geografik, sosial, atau kultural yang tertentu. Terdapat istilah-istilah yang lebih khusus yang digunakan untuk menyebut pengumpulan manusia dengan karakteristik tertentu. Misalnya yang menekankan bahwa interaksi yang kontinyu itu berlangsung dalam batas-batas wilayah geografik tertentu, sehingga orang-orang dalam batas wilayah itu saling berinteraksi secara lebih intensif daripada dengan orang-orang yang berada di luar batas itu. Pengelompokan yang demikian ini disebut komunitas, atau masyarakat setempat. Misalnya masyarakat desa atau masyarakat kota. Juga dapat dalam lingkup ruang geografik yang lebih kecil, misalnya Rukun Tetangga, Rukun Kampung, dusun, dan sebagainya.

Untuk wilayah sosial, dapat berupa kelas atau kelompok sosial tertentu. Misalnya untuk yang berjenjang dapat berupa kelas atas, kelas menengah, atau kelas bawah, sedangkan yang tidak berjenjang dapat juga kelompok kiri, kanan, atau tengah, berbagai kelompok profesi, atau sebagaimana diungkapkan Geertz, ada kelompok santri, priyayi, atau abangan. Untuk kategori wilayah kebudayaan, dapat berupaka sukubangsa atau kelompok-kelompok agama.

Demikianlah, sehingga –sekali lagi– masyarakat merupakan penyebutan yang paling umum dan general untuk sebuah pengumpulan manusia pada suatu wilayah.

Apa yang dimaksud dengan masyarakat multikultural? Masyarakat jenis ini kadang disebut sebagai masyarakat majemuk atau plural society.

Istilah plural society, pertama kali digunakan oleh JS Furnival untuk menyebut masyarakat masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih tertib sosial, komunitas atau kelompok-kelompok yang secara kultural, ekonomi dan politik terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya, atau dengan kata lain merupakan suatu masyarakat di mana sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para anggotanya kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan.

Istilah plural atau majemuk sebenarnya berbeda dengan pengertian heterogen. Majemuk atau plural itu merupakan lawan dari kata singular atau tunggal. Sehingga, masyarakat plural itu bukan masyarakat yang tunggal. Masyarakat tunggal merupakan masyarakat yang mendukung satu sistem kebudayaan yang sama, sedangkan pada masyarakat plural, di dalamnya terdapat lebih dari satu kelompok baik etnik maupun sosial yang menganut sistem kebudayaan (subkultur) berbeda satu dengan yang lain. Sebuah masyarakat kota, mungkin tepat disebut sebagai masyarakat heterogen, sepanjang meskipun mereka berasal dari latar belakang SARA (sukubangsa, agama, ras, atau pun aliran/golongan-golongan) yang berbeda, tetapi mereka tidak mengelompok berdasarkan SARA tersebut. Heterogen lawan dari kondisi yang disebut homogen. Disebut homogen kalau anggota masyarakat berasal dari SARA yang secara relatif sama. Disebut heterogen kalau berasal dari SARA yang saling berbeda, namun –sekali lagi– mereka tidak mengelompok (tersegmentasi) berdasarkan SARA tersebut.

Selanjutnya, suatu masyarakat disebut multikultural, majemuk, atau plural apabila para anggota-anggotanya berasal dari SARA yang saling berbeda, dan SARA tersebut menjadi dasar pengelompokan para anggota masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdiri atas dua atau lebih kelompok etnis maupun sosial yang didasarkan pada SARA yang pada umumnya bersifat primordial, dan masing-masing mengembangkan subkultur tertentu. Interaksi antar-kelompok lebih rendah daripada interaksi internal kelompok. Bahkan, di dalam banyak masyarakat majemuk, struktur sosial yang ada sering bersifat konsolidatif, sehingga proses menuju integrasi sosialnya terhambat.

Agar lebih jelas, berikut dikemukakan ciri masyarakat multikultural menurut van Den Berghe.

1. Mengalami segmentasi ke dalam kelompok-kelompok dengan subkultur saling berbeda
2. Memiliki struktur yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga yang nonkomplemen
3. Kurang dapat mengembangkan konsensus mengenai nilai dasar
4. Relatif sering mengalami konflik
5. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan, dan/atau
6. Ketergantungan ekonomi, dan/atau
7. Dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain

Konfigirasi masyarakat multikultural.

Furnival mengemukakan bahwa apabila dilihat dari konfigurasi etnis atau kelompok yang menjadi unsurnya, paling tidak terdapat empat macam masyarakat majemuk, yaitu: (1) masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang, (2) masyarakat majemuk dengan maioritas dominan, (3) masyarakat majemuk dengan minirotas dominan, dan (4) masyarakat majemuk dengan konfigurasi fragmental.

1. Masyarakat majemuk dengan konfigurasi kompetisi seimbang

Di antara kelompok-kelompok yang ada, masing-masing mempunyai kekuatan kompetisi yang seimbang, tidak ada satupun kelompok yang dapat menguasai yang lain. Integrasi sosial sebagai sebuah masyarakat besar tidak mudah terjadi, kecuali kalau ada di antara kelompok-kelompok tersebut yang berhasil membangun koalisi lintas kelompok, misalnya lintas etnik yang membentuknya.

2. Masyarakat majemuk dengan konfigurasi maioritas dominan

Di antara kelompok-kelompok yang ada terdapat satu kelompok besar dan berkuasa.

3. Masyarakat majemuk dengan konfigurasi minoritas dominan

Di antara kelompok-kelompok yang ada terdapat satu kelompok yang kecil tetapi berkuasa

4. Masyarakat majemuk dengan konfigurasi fragmental

Terdiri atas kelompok-kelompok kecil yang satu dengan yang lain saling terpisah dan sangat terbatas interaksi dan komunikasinya. Sama dengan konfigurasi kompetisi seimbang, masyarakat majemuk jenis ini pun integrasi sosial hanya dapat dicapai apabila terjadi koalisi lintas etnis.

Menurut Anda, sebagai sebuah masyarakat majemuk, masyarakat Indonesia memiliki konfigurasi yang mana?

Faktor-faktor peyebab kemajemukan

Meskipun menurut sejarah, masyarakat Indonesia relatif berasal dari nenek moyang yang sama, tetapi karena keadaan geografiknya, akhirnya masyarakat Indonesia bersifat majemuk. Kondisi geografik yang menjadi penyebab kemajemukan masyarakat, adalah

1. Bentuk wilayah yang berupa kepulauan. Kondisi ini mengakibatkan, meskipun berasal dari nenek moyang yang sama, tetapi akhirnya mereka terpisah-pisah di pulau-pulau yang saling berbeda, sehingga masing-masing terisolasi dan mengembangkan kebudayaan sendiri. Jadilah masyarakat Indonesia mengalami kemajemukan ethnik atau sukubangsa.
2. Letak wilayah yang strategis, di antara dua benua dan dua samudera, kondisi ini mengakibatkan Indonesia banyak didatangi oleh orang-orang asing yang membawa pengaruh unsur kebudayaan, antara lain –yang paling menonjol– adalah agama. Kondisi ini mengakibatkan masyarakat Indonesia majemuk dalam hal agama. Lima agama besar dunia ada di Indonesia. Lima agama besar yang dimaksud adalah (1) Hindu (pengaaruh India), (2) Budha (pengaruh bangsa-bangsa Asia), (3) Katholik (pengaruh kedatangan bangsa portugis), (4) Kristen (pengaruh kedatangan bangsa Belanda), dan (5) Islam (pengaruh masuknya pedagang-pedagang dari Timur Tengah).
3. Variasi iklim, jenis serta kesuburan tanah yang berbeda di antara beberapa tempat, misalnya daerah Indonesia bagian Timur yang lebih kering, tumbuh menjadi sukubangsa peternak, daerah Jawa dan Sumatra yang dipengaruhi vulkanisme tumbuh menjadi daerah dengan masyarajat yang hidup dari bercocok tanam. Variasi iklim dan jenis serta kesuburan tanah ini mengakibatkan masyarakat Indonesia majemuk dalam hal kultur, antara lain cara hidup.

Bentuk Struktur Sosial Masyarakat Majemuk

1. Struktur sosial yang terinterseksi (intersected social structure)

Kelompok-kelompok sosial yang ada dalam masyarakat dapat menjadi wadah beraktivitas dari orang-orang yang berasal dari berbagai latar belakang sukubangsa, agama, ras, dan aliran.

Dalam bentuk struktur sosial yang demikian keanggotaan para anggota masyarakat dalam kelompok sosial yang ada saling silang-menyilang sehingga terjadi loyalitas yang juga silang-menyilang (cross-cutting affiliation dan cross-cutting loyalities).

Bentuk struktur yang terinterseksi mendorong terjadinya integrasi sosial dalam masyarakat multicultural.

2. Struktur sosial yang terkonsolidasi (consolidated social structure)

Dalam bentuk struktur yang demikian, kelompok-kelompok sosial yang ada hanya mewadahi orang-orang yang berlatar belakang sukubangsa, agama, ras, atau aliran yang sama.

Sehingga terjadi tumpang tindih parameter dalam pemilahan struktur sosial. Orang Bali akan identik dengan orang Hindu, orang Melayu identik dengan orang Islam. Partai tertentu identik dengan orang Islam, partai yang lain identik dengan orang Kristen, dan seterusnya.

Bentuk struktur sosial yang semacam ini akan menghambat terjadinya integrasi sosial dalam masyarakat multicultural, karena akan terjadi pertajaman prasangka antar-kelompok.

Struktur sosial terpilah dengan parameter yang tumpang tindih, pemilahan berdasarkan sukubangsa tumpang tindih dengan pemilahan berdasrkan agama, ras, aliran, atau kelas-kelas sosial dan ekonomi. Ikatan dalam kelompok dalam akan sangat kuat, tetapi akan menimbulkan prasangka terhadap kelompok luarnya.

Perilaku dalam masyarakat multikultural

Dalam kehidupan masyarakat multikultural, sering tidak dapat dihindari berkembangnya faham-faham atau cara hidup yang didasarkan pada ethnosentrisme, primordialisme, aliran, sektarianisme, dan sebagainya.

* Ethnosentrisme merupakan faham atau sikap menilai kebudayaan sukubangsa/kelompok lain menggunakan ukuran yang berlaku di sukubangsa kelompok/masyarakat sendiri
* Primordialisme merupakan tindakan memperlakukan secara istimewa (memberi prioritas) orang-orang yang latarbelakag sukubangsa, agama, ras, aliran atau golongan yang sama dalam urusan publik.
* Kronisme: memprioritaskan teman. Nepotisme = memprioritaskan anggota keluarga.
* Politik aliran merupakan kehidupan perpolitikan yang didasarkan pada faktor-faktor primordial (SARA)
* Prasangka dan stereotipe ras/etnis adalah penilaian suatu ras/etnis berdasarkan pendapat orang banyak yang belum pernah dibuktikan tetapi dianggap benar

Proses integrasi dalam masyarakat multikultual

Integrasi sosial tidak hanya sebuah ungkapan normatif, melainkan juga telah lama menjadi persoalan akademik.

Secara sosiologis, terdapat dua pendekatan:

1) konsensus yang lebih menekankan pada dimensi budaya (teori struktural fungsional), dan

2) konflik yang lebih menekankan dimensi struktural (teori struktural konflik).

Menurut pendekatan konsensus integrasi dapat dicapai melalui suatu kesepakatan tentang nilai dasar (common platform); sedangkan menurut pendekatan konflik, integrasi hanya dapat dicapai melalui dominasi satu kelompok atas lainnya.

Integrasi sosial dalam masyarakat majemuk dipengaruhi oleh beberapa ha, misalnya: (1) struktur sosialnya, apakah interseksi atau konsolidasi, (2) faham atau ideologi, yang berkembang dalam masyarakat apakah ethnosentrisme, primordialisme, aliran, sektarianisme, dan lain-lain, ataukah faham relativisme kebudayaan, (3) apakah dapat berlangsung koalisi, (4) apakah dapat membangun konsensus tentang nilai dasar, (5) apakah berlangsung proses-proses menuju akulturasi budaya majemuk, dan (6) adakah kelompok dominan.

Struktur sosial yang bersifat intersected, berkembangnya faham relativisme kebudayaan, koalisi lintas-etnis, konsensus tentang nilai dasar, akulturasi budaya majemuk, dan adanya kelompok dominan merupakan faktor-faktor yang mendorong berlangsungnya integrasi sosial dalam masyarakat majemuk.

Multikulturalisme dalam masyarakat multikultural

Multikulruralisme pada dasarnya merupakan cara pandang yang mengakui dan menerima adanya perbedaan-perbedaan cara berfikir, cara berperasaan, dan cara bertindak dalam masyarakat yang bersumber dari adanya latar belakang sukubangsa, agama, ras, atau aliran yang berbeda.

Multikulturalisme lahir karena adanya kesadaran bahwa di masa lalu hubungan di antara warga masyarakat dalam majemuk lebih conderung didasarkan pada primordialisme, ethnosentrisme dan aliran. Sehingga di dalam masyarakat majemuk terdapat potensi konflik di antara kelompok-kelompok atau golongan-golongan sosial yang ada. Hubungan yang demikian menimbulkan masalah dalam proses integrasi sosial dalam masyarakat majemuk. Lahirlah faham multikulturalisme yang lebih didasarkan pada pandangan tentang relativisme kebudayaan. Bahwa pada dasarnya setiap kelompok atau golongan sosial, baik itu sukubangsa, agama, ras, ataupun aliran memiliki ukuran-ukuran dan nilai-nilainya sendiri tentang suatu hal, meskipun tidak tertutup kemungkinan ditemukakannya common platform atau kesamaan di antara kelompok atau golongan-golongan yang saling berbeda itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar